Minggu, 16 November 2014

SEJARAH PERKEMBANGAN PROFESI AKUNTAN

A. SEBELUM KEMERDEKAAN
     
          Pada masa penjajahan Belanda, akuntansi sudah mulai diterapkan di Indonesia sejak tahun 1642. Tetapi jejak yang jelas baru dapat diketahui pada pembukuan Amphioen Society yang berdiri di Jakarta tahun 1747. Akhir tahun 1870-an, seiring perkembangan perusahaan-perusahaan baru di Indonesia ditemukanlah suatu metode pembukuan baru yang lebih efisien dari sebelumnya. Tahun 1907 diperkenalkan teknik auditing yaitu teknik untuk mengontrol pembukuan perusahaan. Mulai saat itulah muncul kantor-kantor akuntan di Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda ini tidak banyak orang Indonesia yang berkerja sebagai akuntan. Mereka yang bekerja di bidang akuntansi hanya sebagai tenaga pelaksana. Waktu itu pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan tata buku yang diberikan secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan secara non formal pendidikan akuntansi diberikan pada kursus tata buku untuk memperoleh ijazah. Dalam masa pendudukan Jepang, Indonesia sangat kekurangan tenaga di bidang akuntansi. Jabatan-jabatan pimpinan di Jawatan Keuangan yang 90% dipegang oleh bangsa Belanda menjadi kosong. Di masa ini, atas prakarsa Mr. Slamet, didirikan kursus-kursus untuk mengisi kekosongan jabatan tadi dengan tenaga-tenaga Indonesia.

B. ORDE LAMA

          Masa setelah kemerdekaan, Indonesia masih tetap kekurangan tenaga dibidang akuntansi. Selain mendirikan kursus-kursus untuk mendidik tenaga di bidang akuntansi bagi orang-orang Indonesia, pemerintah mulai mengirim putra-putrinya ke luar negeri untuk memperdalam ilmu akuntansi. Pada orde lama telah ada jasa pekerjaan akuntan yang bermanfaat bagi masyarakat bisnis. Hal ini disebabkan oleh hubungan ekonomi yang semakin sulit, meruncingnya persaingan, dan naiknya pajak-pajak para pengusaha sehingga makin sangat dirasakan kebutuhan akan penerangan serta nasehat para ahli untuk mencapai perbaikan dalam sistem administrasi perusahaan. Sudah tentu mereka hendak menggunakan jasa orang-orang yang ahli dalam bidang akuntansi. Kebutuhan akan bantuan akuntan yang makin besar itu menjadi alasan bagi khalayak umum yang tidak berpengetahuan dan berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk bekerja sebagai akuntan.
          Padahal, pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan syarat yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga mereka harus mengikuti pelajaran pada perguruan tinggi negeri dengan hasil baik. Oleh karena itu, pemerintah menerapkan peraturan dengan undang-undang untuk melindungi ijazah agar pengusaha dan badan yang lain tidak tertipu oleh pemakaian gelar akuntan yang tidak sah. Setelah adanya Undang-Undang No. 34 Tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan, ternyata perkembangan profesi akuntan dan auditor di Indonesia berjalan lamban karena perekonomian Indonesia pada saat itu kurang menguntungkan namun perkembangan ekonomi mulai pesat pada saat dilakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda. Mengingat terbatasnya tenaga akuntan yang menjadi auditor pada waktu itu, Direktorat Akuntan Negara meminta bantuan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas nama Direktorat Akuntan Negara.

C. ORDE BARU

          Perluasan pasar profesi akuntan publik semakin bertambah yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tahun 1967/1968. Kedua undang-undang ini sangat berpengaruh pada perkembangan perusahaan baru yang menuntut perkembangan profesi dibidang akuntansi. Meskipun pada waktu itu para pemodal membawa akuntan publik sendiri dari luar negeri, kebutuhan terhadap jasa akuntan publik dalam negeri tetap ada. Profesi akuntan publik mengalami perkembangan yang berarti sejak awal tahun 70-an dengan adanya perluasan kredit-kredit perbankan kepada perusahaan. Bank-bank ini mewajibkan nasabah yang akan menerima kredit dalam jumlah tertentu untuk menyerahkan secara periodik laporan keuangan yang telah diperiksa akuntan publik. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia baru memerlukan jasa akuntan publik jika kreditur mewajibkan mereka menyerahkan laporan keuangan yang diperiksa oleh akuntan publik.
          M. Sutojo pada Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya Desember 1989 menyampaikan hasil penelitiannya mengenai : Pengembangan Pengawasan Profesi Akuntan Publik di Indonesia, bahwa profesi akuntan publik ditandai dengan satu kemajuan besar yang dicapai Ikatan Akuntan Indonesia dengan diterbitkannya buku Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam kongres Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta tanggal 30 November - 2 Desember 1973. Dengan adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik telah maju selangkah lagi karena memiliki standar kerja dalam menganalisa laporan keuangan badan-badan usaha di Indonesia. Dalam kongres tersebut disahkan pula Kode Etik Akuntan Indonesia sehingga lengkaplah profesi akuntan publik memiliki perangkatnya sebagai suatu profesi. Dengan kelengkapan perangkat ini, pemerintah berharap profesi akuntan publik akan menjadi lembaga penunjang yang handal dan dapat dipercaya bagi pasar modal dan pasar uang di Indonesia.
          Sophar Lumban Toruan pada tahun 1989 mengatakan bahwa pertambahan jumlah akuntan yang berpraktik terus meningkat sehingga Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan dengan IAI membuat pernyataan bersama yang mengatur hal-hal berikut :

  1. Kesepakatan untuk pemakaian PAI dan NPA sebagai satu landasan objektif yang diterima oleh semua pihak.
  2. Kepada wajib pajak badan dianjurkan agar laporan keuangan diperiksa terlebih dahulu oleh akuntan publik sebelum diserahkan kepada Kantor Inspeksi Pajak (sekarang Kantor Pelayanan Pajak). Laporan tersebut akan digunakan sebagai dasar penetapan pajak.
  3. Kalau terjadi penyimpangan etika profesi oleh seorang akuntan publik, akan dilaporkan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada IAI untuk diselidiki yang berguna dalam memutuskan pengenaan sanksi.
          Kesepakatan ini kemudian dikuatkan oleh Instruksi Presiden No. 6 Tahun 1979 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 108/1979 tanggal 27 Maret 1979 yang menggariskan bahwa laporan keuangan harus didasarkan pada pemeriksaan akuntan publik dan mengikuti PAI. Maksud instruksi dan surat keputusan tersebut adalah untuk merangsang wajib pajak menggunakan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik, dengan memberikan keringanan pembayaran pajak perseroan dan memperoleh pelayanan yang lebih baik di bidang perpajakan. Keputusan ini dikenal dengan nama 27 Maret 1979. Ini merupakan keputusan yang penting dalam sejarah perkembangan profesi akuntan publik dan sekaligus sebagai batu ujian bagi akuntan publik dan masyarakat pemakainya. 
          Periode 1979-1983 meruakan periode suram bagi profesi akuntan publik dalam pelaksanaan paket 27 Maret. Tiga tahun setelah kemudahan diberikan pemerintah masih ada akuntan publik tidak memanfaatkan maksud baik pemerintah tersebut. Beberapa akuntan publik melakukan malpraktik yang sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan cara bekerjasama dengan pihak manajemen perusahaan melakukan penggelapan pajak. Ada pula akuntan publik yang tidak memeriksa kembali laporan keuangan yang diserahkan ke kantor inspeksi pajak.
          Setelah melewati masa-masa suram pemerintah Perlu memberikan perlindungan terhadap pemakai jasa akuntan publik dan untuk mendukung pertumbuhan profesi tersebut pada tahun 1986 pemerintah mengeluarkan keputusan Menteri Keuangan No. 763/KMK/001/1986 tentang Akuntan Publik. Keputusan ini mengatur bidang pekerjaan akuntan publik, prosedur dan persyaratan untuk memperoleh ijin praktik akuntan publik dan pendirian kantor akuntan publik beserta sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada akuntan publik yang melanggar persyaratan praktik akuntan publik.

D. MASA REFORMASI

          Jatuhnya nilai rupiah pada tahun 1997-1998 semakin meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan. Sampai awal tahun 1998, kebangkrutan konglomerat, collepsnya perbankan, meningkatnya inflasi dan pengangguran memaksa pemerintah berkerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi atas berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu itu, kesalahan secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya kualitas keterbukaan informasi (transparansi). Walaupun demikian keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Disamping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi akuntan adalah :
  1. Tumbuhnya pasar modal.
  2. Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank.
  3. Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia.
  4. Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian.
          Pada awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh Dirjen Pajak untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPnBM yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Dan pada saat ini, pemerintah sedang melakukan berbagai usaha untuk mempercepat pertumbuhan tenaga akuntan di Indonesia. Pemerintah juga harus ikut berperan dalam penerapan IFRS di Indonesia. Terutama dibidang perpajakan yang berkaitan dengan revaluasi aktiva tetap sebagai konsekuensi dari penerapan fair value.