PEREKONOMIAN INDONESIA
PERKEMBANGAN SISTEM EKONOMI
SEBELUM ORDE BARU
Sejak negara
Republik Indonesia berdiri, sudah banyak tokoh-tokoh negara yang telah
merumuskan perekonomian yang tepat bagi bangsa indonesia, baik secra individu
maupun melalui diskusi kelompok. Sebagai contoh, Bung Hatta mencetuskan ide
bahwa dasar perekonomian Indonesia yang sesuai dengan cit-cita tolong menolong
adalah Koperasi. Demikian juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat itu, Sumitro
Djojohadikusumo, dalam pidatonya di Amerika tahun 1949, menegaskan bahwa yang
dicita-citkan adalah ekonomi semacam campuran. Namun demikian dalam proses
perkembangan berikutnya disepakatilah suatu bentuk ekonomi baru yang dinamakan
sebagai Sistem Ekonomi Pancasila yang didalamnya mengandung unsur penting yang
disebut Demokrasi Ekonomi.
Demokrasi
ekonomi dipilih,, karena memilki cirri-ciri positif yang diantaranya adalah
(Suroso, 1993) :
§Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asa kekeluargaan.
§Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asa kekeluargaan.
§Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.
§Bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
§Sumber-sumber
kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan pemufakatan lembaga-lembaga
perwakilan rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada
lembaga-lembaga perwakilan pula.
§Warga
negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta
mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
§Hak
milik perorangan diakui pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan masyarakat.
§Potensi,
inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya dalam
batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
Dengan
demikian di dalam perekonomian Indonesia tidak mengijinkan adanya :
Free
Fiht Liberalism, yakni adanya kebebasan
usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan
terjadinya eksploitasi kaum
ekonomi yang lemah, dengan akibat semakin bertambah luasnya jurang pemisah si kaya dan si miskin.
Etatisme,
yakni keikut sertaan pemerintah yang
terlalu dominan sehingga mematikan notivasi dan kreasi dari
masyarakat untuk
berkembang dan bersaing secara sehat.
Monopoli,
suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi
pada satu kelompok tertentu sehingga tidak
memberikan pilihan lain pada
konsumen untuk tidak mengikuti ‘keinginan sang monopoli’.
Meskipun
pada awal perkembangannya perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi
Pancasila,
Ekonomi Demokrasi dan ‘mungkin campuran’, namun bukan berarti sistem
perekonomian liberalis dan etatisme Awal tahun 1950-an s.d 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia.
Demikian juga dengan sistem etatisme, pernah juga
mewarnai corak
perekonomian di tahun 1960-an sampai dengan masa orde baru
Keadaan
ekonomi Indonesia antara tahun 1950 s.d 1965-an sebenarnya telah diisi dengan
beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah. Diantara program-program tersebut adalah :
§ Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha pribumi.
§ Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha pribumi.
§ Program
/ Sumitro Plan tahun 1951
§ Rencana
Lima Tahun Pertama, tahun 1955-1960
§ Rencana
Delapan Tahun
Namun
demikian kesemua program dan rencana tersebut tidak memberikan hasil yang
berarti bagi perekonomian Indonesia. Diantaranya sekian banyak faktor
penyebabnya, salah satunya yakni program-program tersebut disusun oleh
tokoh-tokoh yang relatif bukan bidangnya, namun oleh tokoh politik, dengan
demikian keputusan-keputusan yang dibuat cenderung menitik beratkan pada
masalah politik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti
mengingat pada masa-masa ini kepentingan politik tampak lebih dominan, seperti
mengembalikan negara Indonesia ke negara kesatuan, usaha mengembalikan Irian
Barat, menumpas pemberontakan di daerah – daerah, dan masalah politik
sejenisnya.
Akibat
yang ditimbulkan dari sistem etatisme yang pernah terjadi di Indonesia pada
periode tersebut dapat dilihat dari bukti-bukti berikut :
Semakin rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi, yang membawa dampak menurunnya nilai ekspor kita.
Semakin rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi, yang membawa dampak menurunnya nilai ekspor kita.
§ Hutang
luar negeri yang justru dipergunakan untuk proyek Mercu Suar
§ Defisit
anggaran negara yang makin besar, dan justru ditutup dengan mencetak uang baru,
sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat dicegah kembali.
§ Keadaan
tersebut masuh diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk (2,8%) yang lebih
besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yakni sebesar 2,2%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar